Minggu, 13 Oktober 2013

MUHAMMAD DIMAS DRAJAD

MUHAMMAD DIMAS DRAJAD

timnasqu19.blogspot.com
PROFIL PEMAIN

Informasi pribadi
Nama lengkap : Muhammad Dimas Drajad

Tanggal lahir  : 17 Oktober 1995 (umur 17)
Tinggi1.63 m (5 ft 4 in)

Posisi bermain  :Gelandang

Informasi klub
Klub saat ini  :Gresik United
2013Gresik United

Tim nasional
Tahun  _Tim _Tampil

2013Indonesia U-19

Minggu, 22 September 2013 adalah tanggal yang bersejarah bagi para insan olahraga Indonesia. Betapa tidak, pada tanggal tersebut, atlet-atlet yang mewakili nama bangsa ini berhasil merebut gelar juara di berbagai cabang olahraga masing-masing. Sebut saja Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan, pasangan ganda putra dalam kejuaraan dunia bulutangkis Japan Super Series, yang sukses mematikan perlawanan pasangan Chai Biao dan Hong Wei yang mewakili China dengan skor 22-20 dan 21-16 di final. Kepada Hendra dan Ahsan, saya ucapkan selamat. Indonesia bangga padamu!

Lebih dari itu, gelar juara yang membuat bangsa ini jauh lebih senang dan bangga mungkin adalah gelar juara AFF U-19 yang berhasil diraih Evan Dimas dkk. setelah mengalahkan Vietnam U-19 dalam drama adu penalti pasca hasil tanpa gol setelah 2×45 menit ditambah 2×15 menit babak tambahan. Ini adalah kali pertama timnas U-19 berhasil masuk final sejak kejuaraan ini pertama kali dilaksanakan pada 2002, dan Garuda Muda langsung menyabet gelar juara di Stadion Delta, Sidoarjo.

Kemenangan ini harus diletakkan pada konteks persepakbolaan nasional yang sedang carut-marut. Bisa dikatakan, terakhir kalinya bangsa ini dapat merasakan kebanggaan membuncah di dada melihat timnas bermain adalah pada Piala AFF 2010, ketika timnas senior yang ditukangi Alfred Riedl berhasil menjuarai penyisihan grup dengan tiga kemenangan tanpa cela dan menang dua kali dalam laga semifinal kandang dan tandang melawan Filipina. Semua berubah ketika timnas menyerah tiga gol tanpa balas terhadap Malaysia dalam laga final tandang di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, dalam laga yang tercoreng insiden penyorotan laser hijau ke wajah kiper timnas hingga para pemain melakukan protes walk off.

Timnas akhirnya berhasil menang 2-1 di laga final kandang di Stadion GBK, Jakarta (di mana terjadi aksi balas penyorotan laser hijau ke wajah kiper Malaysia), tetapi agregat 2-4 membuat timnas harus puas dengan medali perak di ajang Piala AFF tersebut.

Walau kalah, saya percaya Indonesia tetap superior dalam kejuaraan tersebut. Timnas bermain luar biasa, dengan visi dan taktik yang jelas. Firman Utina dkk. bermain kompak sebagai tim sepanjang Piala AFF 2010.

Selepas kejuaraan tersebut, apa yang terjadi? Seperti saya tuliskan di atas, sepakbola nasional carut-marut. Kegagalan Riedl mengangkat trofi sama sekali membuatnya digantikan Wim Rijsbergen (2011/12). Estafet kepelatihan timnas berlanjut ke caretaker Aji Santoso, lalu Nil Maizar (2012/13, yang prestasinya di Piala AFF 2012 bahkan hanya sampai penyisihan grup), caretaker Rahmad Darmawan, kemudian Jacksen F. Tiago (2013). Di level asosiasi, terjadi dualisme antara PSSI dan KPSI, yang berujung dualisme liga antara Liga Primer dan ISL, serta dualisme timnas. Baru setelah menghadapi ancaman suspensi dari FIFA, PSSI dan KPSI dapat berdamai, sehingga timnas pun dapat melakukan reunifikasi kembali. Banyak sekali yang dapat dituliskan tentang carut-marutnya sepakbola nasional pada periode tersebut, tetapi saya cukupkan di sini agar tidak berlama-lama.

Singkat cerita, bangsa Indonesia sudah haus akan gelar di cabang sepakbola. Kegagalan meraihnya pada Piala AFF 2010, ditambah fakta bahwa kali terakhir timnas memenangkan suatu kejuaraan sepakbola (selain Piala Kemerdekaan) adalah pada SEA Games 1991 (timnas U-21 menjuarai Piala Hassanal Bolkiah pada 2002).

Hal ini berarti sudah sebelas tahun sejak terakhir timnas U-21 meraih gelar juara, dan 22 tahun sejak timnas senior meraihnya. Oleh karena itu, dengan suksesnya timnas U-19 mencapai final AFF U-19, para insan sepakbola Indonesia meletakkan segenap harapan mereka di pundak para pemuda ini.

Para Garuda Muda ini usianya lima hingga tujuh tahun lebih muda dari saya sekarang, namun mereka telah dapat menjinjing beban tanggung jawab sebesar itu. Mereka terdiri dari para pemain Deportivo Indonesia yang berpartisipasi di liga junior Uruguay, Quinta Division, serta beberapa pemain klub domestik. Bibit pemain muda memang berlimpah di bumi Indonesia. Tim ini ditukangi kepala pelatih Indra Sjafri, yang pernah menangani timnas U-16 (2011), U-17, hingga sekarang U-19, dan mempersembahkan prestasi di tengah carut-marut sepakbola nasional kala itu.

Pertandingan demi pertandingan dilalui tim Garuda Muda dalam AFF U-19 ini. Mengawali penyisihan grup dengan menang besar 5-0 atas Brunei dan kemenangan 2-1 atas Myanmar, Indonesia ditaklukkan Vietnam 1-2 pada 14 September di Stadion Petrokimia, Gresik. Setelah bangkit dengan menekuk Thailand 3-1, Indonesia menghadapi Malaysia pada laga terakhir penyisihan Grup B. Satu tiket lolos dari Grup B sudah dikantongi juara grup, Vietnam, yang telah memiliki 12 poin sebelum bertemu Brunei. Sebaliknya, Indonesia (9 poin) dan Malaysia (7 poin) sama-sama mengincar posisi kedua. Jika Malaysia menang, tim Harimau Muda akan lolos penyisihan grup, sementara Garuda Muda hanya butuh hasil minimal seri untuk melenggang ke semifinal.

Laga Garuda vs. Harimau pada 18 September 2013 di Stadion Delta, Sidoarjo, justru lebih dahulu diungguli oleh Malaysia melalui gol Jafri di menit ke-19. Jika hasil tersebut bertahan hingga peluit akhir pertandingan, Malaysia-lah yang akan melaju ke semifinal, mengorbankan timnas U-19 dengan sayap-sayap Garuda-nya yang patah, dan bangsa ini harus puas sekedar menonton tim-tim asing ini memperebutkan gelar juara di tanah Indonesia.

Skenario yang tidak akan dapat diterima dengan lapang dada oleh segenap insan sepakbola Indonesia. Beruntung, sayap Garuda Muda, Ilham Udin Armayn, sukses menyamakan kedudukan di menit ke-53. Jual-beli serangan berlanjut hingga menit ke-90, namun skor 1-1 bertahan hingga akhir, mengantarkan timnas U-19 ke semifinal.

Di semifinal, Indonesia tidak menghadapi perlawanan berarti dari Timor-Leste selaku pemuncak Grup A dan berhasil menang 2-0 melalui gol Ilham Udin dan Hargianto. Bersamaan dengan itu, Vietnam menekuk Laos, runner-up Grup A, melalui gol tunggal Nguyễn Công Phượng (bukan, itu bukan tulisan alay; memang huruf bakunya seperti itu). Garuda Muda harus menghadapi tim yang telah mengalahkannya di penyisihan grup dahulu dalam laga pamungkas penentu juara AFF U-19 ini.

Bentrokan kedua Indonesia vs. Vietnam dalam kejuaraan AFF U-19 dilaksanakan pada 22 September 2013 di Stadion Delta, Sidoarjo, dengan kick-off pada pukul 20.00. Sebagaimana telah kita saksikan semalam, pertandingan berlangsung dalam tempo tinggi dan berakhir imbang dengan skor 0-0 dalam waktu normal 2×45 menit ditambah 2×15 menit babak tambahan. Adu penalti pun dilaksanakan.

Jantung para penonton sempat dipacu berdebar kencang ketika penendang kedua dan ketiga timnas, Evan Dimas dan Zulfiandi, gagal berturut-turut, sementara Vietnam baru sekali gagal melalui kaki Tran Huu Dong Trieu. Harapan kembali bertiup ke timnas setelah penendang keempat Vietnam, Nguyen Tuan Anh, melakukan kesalahan dengan melambungkan bola tinggi di atas gawang. Hingga tendangan kelima, skor penalti kedua tim imbang 3-3. Adu penalti berlanjut ke sudden death. Jantung para penonton tidak dibiarkan beristirahat. Harap dan cemas beradu di udara.

Tendangan tersebut pun mengakhiri perjuangan timnas U-19 dalam final AFF U-19 tersebut. Mereka keluar sebagai juara dengan cara yang paling dramatis! Para pemuda ini akhirnya mewujudkan impian bangsa Indonesia untuk meraih kejayaan sepakbola di tempat tertinggi di level Asia Tenggara!

Terima kasih, kiper-kiper yang setia berjasa mengawal gawang Indonesia dari penetrasi tembakan lawan: Rafi Murdianto dan Ruli Desrian.

Terima kasih, bek-bek yang telah sangat disiplin menjaga lini pertahanan timnas dari serangan lawan: Muhammad Fatchurohman, Hansamu Yama Pranata, Putu Gede Juni Antara, Dimas Sumantri, Febly Gushendra, Mahdi Fahri Albaar, dan Muhamad Sahrul Kurniawan.

Terima kasih, gelandang-gelandang yang dengan cermat membendung arus bola lawan sebelum memenetrasi daerah pertahanan timnas, serta dengan kreatif mengatur pola serangan timnas dan menyuplai bola ke para penyerang:

Evan Dimas Darmono, Hendra Sandi Gunawan, Muhammad Hargianto, Paulo Oktavianus Sitanggang, Al-Qomar Tehupelasury, dan Zulfiandi.

Terima kasih, penyerang-penyerang yang terus menggempur daerah pertahanan lawan, mencari celah dan ruang di antara para bek lawan dan tidak melewatkan peluang untuk melepaskan tembakan ke gawang lawan:

Dinan Yahdian Javier, Ilham Udin Armayn, Maldini Pali, Muchlis Hadi Ning Syaifulloh, dan Muhammad Dimas Drajad.

Last but not least, terima kasih, staf-staf kepelatihan di bawah Kepala Pelatih Indra Sjafri: asisten pelatih Eko Purjianto dan Guntur Cahyo Utomo, pelatih kiper Jarot Supriadi, pelatih kebugaran Nursaelan, dokter tim Alfan Nur, fisioterapis Moch. Diki Widianto, serta kitman Muhni.

Kami, segenap bangsa Indonesia, bangga padamu. Kami, para insan sepakbola Indonesia, bahagia atas persembahanmu kepada bangsa ini. Prestasi yang telah kau torehkan di tengah-tengah sejarah sepakbola Indonesia yang carut-marut ini tidak akan kami lupakan.

Kesuksesan kalian di masa depan akan menjadi isi dari doa-doa kami. Perjuangan kalian seterusnya tidak akan terlewatkan dari dukungan kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar